“Kontradiksi Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”

   Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim mengungkapkan bahwa dunia pendidikan Indonesia sekarang ini mengalami tantangan besar dengan adanya Tiga Dosa Besar Pendidikan hal itu meliputi Perundungan, Intoleransi, dan  Kekerasan Seksual. Kekerasan seksual merupakan tindakan demoralitas, perbuatan jalang, hina serta biadab yang dapat melukai fisik, mental dan menciderai harkat, derajat serta martabat peserta didik yang menjadi korban.

    Kekerasan seksual di perguruan tinggi atau kampus ibarat rahasia umum, karena kerap terjadi di kampus-kampus di Indonesia. Beberapa tahun silam, Liputan kolaborasi dengan nama #NamaBaikKampus yang diinisiasi oleh Tirto, The Jakarta Post dan Vice Indonesia mendapati adanya 174 laporan sepanjang 2019 dari 79 kampus di Indonesia. Liputan tersebut juga menyorot berbagai kasus kekerasan seksual yang tidak bisa diproses dikarenakan belum ada payung hukum yang melandasinya. Bukannya mendapat penanganan yang berpihak kepada korban, para pelapor malah kerap mendapat tekanan dari kampus dan kehidupan sosialnya. Sebagian besar kasus diselesaikan dengan cara damai untuk melindungi nama baik kampus. Ironisnya, pihak kampus justru menjadi aktor kunci dalam upaya melindungi pelaku kekerasan seksual. 

    Sederet kasus kekerasan seksual seperti  kasus Agni di UGM, kasus dosen ZH di UIN Malang atau kasus Meliana di Bali yang merupakan kenangan kelam tentang tindakan kekerasan seksual di lingkungan kampus dan catatan hitam terkait peran kampus yang tidak menyelesaikan perkara ini dengan serius.

    Berangkat dari hal itulah pada tanggal 31 Agustus 2021 Mendikbudristek, Nadiem Makarim menandatangani Peraturan Menteri (Permen) Nomor 30 tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Permen tersebut dikeluarkan sebagai komitmen Menteri Pendidikan untuk memberantas salah satu dari tiga dosa besar di dunia pendidikan Indonesia, yaitu kekerasan seksual.

    Bak gayung bersambut, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2022, Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) sebagai upaya serius memberantas kekerasan seksual di Indonesia. UU TPKS memuat beberapa terobosan hukum yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual itu sendiri. Beberapa terobosan ini antara lain: pemidanaan terhadap tindakan kekerasan seksual, hukum acara khusus yang mengatasi hambatan keadilan bagi korban, pelaporan, penyidikan, penuntutan dan juga pemeriksaan di pengadilan, termasuk pemastian restitusi dan dana bantuan bagi korban. UU TPKS juga menjamin kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan, dengan memperhatikan kerentanan khusus termasuk orang dengan disabilitas.

    Sejalan dengan itu, Kementerian Agama (Kemenag) pun menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 Tahun 2022 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Namun, Sangat disayangkan kekerasan seksual di lingkungan kampus masih terus terjadi meski Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama sudah menerbitkan aturan tersebut. Kasus teranyar pada bulan November 2022, terjadinya kekerasan seksual yang dialami seorang mahasiswi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Palangka Raya (UPR)  dengan pelaku seorang dosen VAG yang berakhir damai, walaupun korban telah mengalami kekerasan seksual dari tahun 2021.

    Pendiri Narasi TV, Najwa Shihab menyebut salah satu penyebab kekerasan seksual terus berulang di lingkungan kampus adalah karena minimnya pengetahuan mahasiswa tentang kekerasan seksual. Selain minimnya pengetahuan tentang hal itu, kampus pun lamban dalam menerapkan dan menjalankan amanah UU TPKS dan Permen Kemdikbudristek dan PMA tersebut.

    Faktor berikutnya adalah banyak kampus yang tidak siap dan tidak menyiapkan diri menghadapi isu-isu kekerasan seksual. Buktinya adalah reaksi kampus yang cenderung menutup-nutupi kasus atas nama baik kampus tersebut. Lantas kita bertanya, Mengapa korban tidak melapor ke pihak berwajib? Tentu kita bertanya-tanya mengapa korban tidak melakukan hal demikian, sebab Survei daring yang dilakukan Lentera Sintas Indonesia menunjukkan 93 persen korban pelecehan seksual di Indonesia enggan melaporkan kasusnya ke polisi. Mereka beralasan takut disalahkan, takut tidak didukung keluarga, dan merasa ada ancaman atau intimidasi.

    Kampus yang tidak ada kasus kekerasan seksualnya, belum tentu tidak terjadi kekerasan seksual. Kekerasan seksual merupakan kasus yang kerap terjadi di sekeliling kita, tetapi bisa jadi tak tercatat dalam angka stastitika. Penghakiman dan budaya victim blaming kerap jadi penyangga daripada persepsi buruk atas korban kekerasan seksual, sehingga melanggengkan pembungkaman atas korban dan mencegah daripada mitigasi kekerasan seksual yang tepat dan terukur. Dalam konteksnya di IAIN Palangka Raya, isu kekerasan seksual seperti fenomena gunung es, tak terlihat di permukaan namun kerap terjadi dibalik selimut.

    Langkah mitigasi atau kesiapan kampus dapat dinilai melalui keseriusan dalam mencegah kekerasan seksual terjadi dengan cara:  Pertama, merubah mindset untuk tidak menutup-nutupi, Seolah-olah kasus pelecehan dan kekerasan seksual itu menjadi aib kampus. Kedua, membentuk dan membuat kebijakan yang mengatur tentang upaya penyadaran, pencegahan, serta penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Ketiga, mendampingi korban dan tidak menyepelekan korban. Sebab banyak di antara korban bukannya mendapat pendampingan hukum dari kampus, justru kebanyakan disepelekan manakala berkonsultasi.

    Jangan sampai, Upaya dalam menjaga nama baik dan pembangunan gedung-gedung kampus lebih penting daripada menjalankan nilai-nilai agama ataupun nilai-nilai kemanusiaan untuk mewujudkan keadilan bagi korban pelecehan dan kekerasan seksual. Mengapa demikian? Karena apabila pelaku pelecehan atau kekerasan seksual tidak diproses secara serius, justru hal itu akan berkembang di luar dugaan dan akan bertambah sulit untuk ditangani. Terutama jika kasus ini melibatkan elit kampus. Dalam banyak kasus pelaku tidak hanya berasal dari mahasiswa, dosen pun juga.

    Pelaku pelecehan seksual yang dianiaya dan dipersekusi di Universitas Gunadarma ramai diperbincangkan di media sosial, Sebagai salah satu bukti jika hal ini dapat berkembang di luar dugaan dan akan bertambah sulit untuk ditangani. Sangat disayangkan pelaku dianiaya hingga babak belur, rusak harkat dan martabatnya, terabaikan hak-hak pelaku tanpa kepastian hukum.

    Maka dari itu, Sebagai salah satu upaya mencegah main hakim sendiri seperti yang terjadi di Universitas Gunadarma dan sebagai upaya menjembatani korban yang takut melapor ke pihak berwajib, kampus perlu membentuk Satgas PPKS (kampus di bawah naungan Kemdikbudristek) dan memaksimalkan peran Pusat Studi Gender dan Anak (kampus di bawah naungan Kemenag) sebagaimana amanah undang-undang.

    Hadirnya Satgas PPKS serta berperannya Pusat Studi Gender dan Anak di dalam kampus untuk menerima laporan, melindungi korban, melaporkan aduan kepada pimpinan perguruan tinggi, serta membuat kebijakan atau regulasi tentang upaya penyadaran, pencegahan, dan penanganan kekerasan seksual di kampus. Satgas PPKS  dan Pusat Studi Gender dan Anak merupakan salah satu kewajiban pihak perguruan tinggi dalam menindaklanjuti arahan Mendikbudristek dan Kemenag dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus.

 

 

Penulis: SAM

Editor: Eleven


KOMENTAR

Nama

Artikel,21,Berita,124,Berita Kampus,114,Berita Khusus,10,Fiksi,23,FILM,13,kajian keislaman,17,Opini,28,Puisi,19,resensi buku,14,
ltr
item
PERSMA AL-MUMTAZ: “Kontradiksi Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”
“Kontradiksi Kekerasan Seksual di Lingkungan Kampus”
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEcMCO-_jLinZr6vCvGH4KIowMcoY4b37DN7rHlxB09VpnzVtH_CLUFgpSQFpC-bdr-bd2R5zmCiPIT3YnSU9w3RYm7w9zH20L3ZkPOlEkdk5LONshaMls_9wtV6aIc7_yXXLCB2_ouBkq4GGjn13vC9zB34JySSp7UvS-wnrVbTqBy_edomLu80vK/w320-h400/1%20(2).png
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEcMCO-_jLinZr6vCvGH4KIowMcoY4b37DN7rHlxB09VpnzVtH_CLUFgpSQFpC-bdr-bd2R5zmCiPIT3YnSU9w3RYm7w9zH20L3ZkPOlEkdk5LONshaMls_9wtV6aIc7_yXXLCB2_ouBkq4GGjn13vC9zB34JySSp7UvS-wnrVbTqBy_edomLu80vK/s72-w320-c-h400/1%20(2).png
PERSMA AL-MUMTAZ
http://al-mumtaz.ukm.iain-palangkaraya.ac.id/2023/02/kontradiksi-kekerasan-seksual-di.html
http://al-mumtaz.ukm.iain-palangkaraya.ac.id/
http://al-mumtaz.ukm.iain-palangkaraya.ac.id/
http://al-mumtaz.ukm.iain-palangkaraya.ac.id/2023/02/kontradiksi-kekerasan-seksual-di.html
true
2107564355454311192
UTF-8
Loaded All Posts tidak menemukan posts LIHAT SEMUA Baca Semua Balas Batal Balas HAPUS OLEH BERANDA HALAMAN POSTS LIHAT SEMUA REKOMENDASI PEMBACA LABEL ARCHIVE PENCARIAN SEMUA BERITA Tidak menemukan pos yang cocok dengan permintaan Anda Kembali Ke Beranda Minggu Senin Selasa Rabu Kamis Jum'at Sabtu Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des saat ini 1 menit yang lalu $$1$$ menit yang lalu 1 jam yang lalu $$1$$ jam yang lalu Kemarin $$1$$ hari yang lalu $$1$$ minggu yang lalu lebih dari 5 minggu yang lalu Pengikut ikuti THIS PREMIUM CONTENT IS LOCKED STEP 1: Share. STEP 2: Click the link you shared to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy