Sutradara : Hanung Bramantyo
Produser : Robert Ronny
Skenario : Hanung Bramantyo &
Bagus Bramanti
Cerita : Robert Ronny
Musik : Andi Rianto & Charlie
Meliala
Sinematografi : Faozan Rizal
Penyunting : Wawan I. Wibowo
Perusahaan produksi : Legacy Pictures
& Screenplay Films
Distributor : Netflix Originals &
Vidio Original
Tanggal rilis : 19 April 2017
Durasi : 122 menit
Negara : Indonesia
Bahasa : Bahasa Indonesia, Bahasa
Jawa & Bahasa Belanda
Anggaran : Rp12 miliar
Pemeran
- Sastrowardoyo sebagai Raden Adjeng Kartini
- Neysa
Chan sebagai Raden Adjeng Kartini kecil
- Deddy
Sutomo sebagai Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat
- Christine
Hakim sebagai M.A. Ngasirah
- Nova
Eliza sebagai M.A. Ngasirah Muda
- Djenar
Maesa Ayu sebagai Raden Adjeng Moeriam
- Acha
Septriasa sebagai Roekmini
- Ayushita
sebagai Kardinah
- Reza
Rahadian sebagai Sosrokartono
- Adinia
Wirasti sebagai Soelastri
- Denny
Sumargo sebagai Slamet
- Dwi
Sasono sebagai Raden Adipati Joyodiningrat
- Rianti
Cartwright sebagai Ratu Wilhelmina
- Hans
de Kraker sebagai Ovink-Soer
- Carmen
van Rijnbach sebagai Cecile de Jong
- Rebecca
Reijman sebagai Stella Zeehandelaar
Sinopsis
Film ini menceritakan tentang
kehidupan Kartini yang memperjuangkan kesetaraan antara pria dan wanita. Sosok
Kartini digambarkan sebagai seorang pemberontak dan tak segan melawan orang
yang menentangnya di saat ia tidak melakukan sesuatu yang salah. Seperti saat
ia melawan kakaknya yang berusaha memisah kamarnya dari ibu kandungnya, MA
Ngasirah yang tidak berstatus bangsawan seperti dirinya dan mengharuskannya
untuk memanggil Kartini dengan panggilan “Ndoro Ayu”.
Kisah berlanjut saat ia dipingit
karena sudah mulai memasuki masa pubertasnya, ia diharuskan untuk terus tinggal
di rumah dan mempelajari tata krama seperti perempuan yang lainnya sembari menunggu
ada laki-laki yang datang untuk meminangnya. Padahal dari lubuk hatinya yang
terdalam, Kartini ingin mengenyam pendidikan setinggi-tingginya hingga sampai
ke negeri Belanda. Namun, Kartini tidak tahan melakukan semua hal itu. Banyak
Pikiran yang berkecamuk di kepalanya, seperti kenapa perempuan harus melakukan
hal ini? Kenapa perempuan tidak bisa belajar seperti laki-laki? Dan pikiran
yang lainnya.
Suatu hari, kakak Kartini,
Sosrokartono, memberikan kunci lemarinya yang berisi buku-buku sebelum ia pergi
ke Belanda. Kartini yang kemudian membaca buku-buku pemberian kakaknya berhasil
membuat pikirannya tidak terpenjara dengan berbagai macam khayalan yang
divisualisasikannya secara nyata. Sampai pada bagian dimana adiknya, Kardinah
dan Roekmini masuk ke kamar Kartini untuk dipingit, Kartini pun mengajak dua
adiknya itu untuk membantu perjuangannya. Ia ingin mendobrak tradisi bahwa
sebenarnya perempuan wajib mendapatkan hak yang sama untuk sekolah
setinggi-tingginya.
Penulis : Devia
Redaktur : Ari
KOMENTAR