Menurut
bahasa wudhu artinya bersih dan indah, sedangkan menurut syara’ artinya
membasuh atau membersihkan anggota badan tertentu dengan air serta dilakukan
dengan cara tertentu pula untuk menghilangkan hadats kecil. Semua itu merupakan
syarat sahnya menjalankan shalat, oleh sebab itu berwudu dengan baik dan benar
sangatlah dianjurkan.
Wudhu
merupakan syarat sah seorang muslim untuk melakukan salat dan ibadah lainnya
seperti berihram, serta membaca kitab suci Al-Qur’an. Sebelum melaksanakan ibadah tersebut, sudah seharusnya kita sangat
memperhatikan apakah wudhu kita sah atau tidak serta batal atau tidak. Oleh
sebab itu kita wajib mengetahui apa saja yang membatalkan wudhu. Berikut 4 hal
pembatal wudu menurut 4 mazhab, yaitu:
1. 1.Keluarnya
sesuatu dari qubul dan dubur selain sperma.
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maidah ayat 6:
أَوۡ
جَآءَ أَحَدٞ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ
Artinya: “atau kembali dari tempat buang air (kakus)”.
Selain sperma,
apapun yang keluar dari qubul dan dubur seperi buang air kencing, kotoran
(buang air besar), ataupun kentut semua itu dapat membatalkan wudhu. Sedangkan
apabila keluar sperma maka tidak membatalkan wudhu tetapi yang bersangkutan
wajib mandi junub.
Menurut Imām Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘i, Mereka sepakat bahwa sesuatu yang keluar dari Qubul dan Dubur (kemaluan & anus) membatalkan wudhu’, baik yang keluarnya jarang maupun sering, sedikit maupun banyak, najis maupun suci. Kecuali Mālik yang berpendapat bahwa wudhu’ tidak batal yang keluar dari dua jalan sesuatu yang jarang seperti ulat cacing, kerikil dan lainnya.
2. 2.Hilang
akal sebab tidur, pingsan, gila atau mabuk.
Rasulullah bersabda:
فَمَنْ نَامَ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: “Barangsiapa yang tidur maka
berwudhulah.” (HR. Abu Dawud)
Seseorang yang tidur, pingsan, gila atau mabuk adalah batal wudunya sebab dalam
kondisi tersebut ia kehilangan akalnya/kesadarannya.
Imām Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan
asy-Syāfi‘ī sepakat bahwa tidur dengan berbaring dan bersandar membatalkan
wudhu’.
Mereka berselisih pendapat tentang orang yang tidur
seperti orang yang sedang shalat.
Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal meskipun
tidurnya lama, bila tidurnya seperti orang yang shalat. Adapun bila dia tidur
di atas sisi tubuhnya atau berbaring maka wudhu’nya batal.”
Mālik berkata: “Wudhu’nya batal bila posisinya ruku‘
dan sujud bila waktunya lama, sedangkan bila posisinya berdiri dan duduk maka
tidak batal.”
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Bila dia duduk maka wudhu’nya tidak batal, sedangkan bila posisinya selain duduk maka wudhu’nya batal.
3. 3.Persentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang
bukan muhrimnya tanpa pemisah atau penutup.
Sebagaimana firman Allah pada surah Al-Maidah ayat 6
أَوۡ
لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ
Artinya: “atau menyentuh perempuan”
Persentuhan kulit seorang laki-laki dengan sesama
laki-laki atau seorang perempuan dengan sesama perempuan maka wudunya tidak
batal. Mengenai batalnya wudhu ketika menyentuh perempuan yang bukan mahram ada
perbedaan pendapat diantara para imam mazhab yaitu:
Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal, kecuali
bila terjadi kontak langsung dengannya selain memasukkan penis.”
Mālik berkata: “Apabila ketika bersentuhan dengannya
ada syahwat maka wudhu’nya batal, sedangkan bila tidak ada syahwat maka
wudhu’nya tidak batal, Kecuali mencium menurut riwayat Ashbagh bin al-Faraj bahwa
ia membatalkan wudhu’ dalam kondisi apapun.”
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Apabila seorang laki-laki menyentuh perempuan yang bukan mahramnya tanpa adanya penghalang (kain dsb.) maka wudhu’nya batal.”
4. 4.Tersentuhnya kemaluan (qubul atau dubur) dengan
telapak tangan yang tanpa pemisah atau penutup walaupun kemaluannya sendiri.
Rasulullah bersabda:
مَنْ
مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ
Artinya: “Barangsiapa yang memegang kelaminnya maka
berwudhulah.”
(HR. Ahmad)
Mereka berbeda pendapat tentang menyentuh kemaluan orang lain.
Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad berkata: “Wudhu’ orang yang menyentuh
kemaluan batal, baik yang disentuh masih kecil atau sudah dewasa, baik masih
hidup maupun sudah meninggal.”
Mālik berkata: “Wudhu’nya batal, kecuali bila yang disentuh
masih kecil.”
Abū Ḥanīfah berkata: “Wudhu’nya tidak batal.”
Itulah beberapa hal yang dapat membatalkan wudhu nya seseorang. Dalam beberapa konteks ada sedikit hal yang membedakan pendapat para Mazhab. Semua balik kepada diri individu dalam menerapkan nya di kehidupan sehari-hari. Dengan catatan mengaplikasikan salah satu pendapat para Mazhab. Wallahu A’lam.
Penulis :Nova
Redaktur :Ari
Sumber :
-Imam Bashori Assayuthi, Bimbingan Ibadah shalat Lengkap, Mitra Ummat, 1998.
-NU
Online, https://islam.nu.or.id/post/read/82116/empat-hal-yang-membatalkan-wudhu
-Hati
Senang, https://hatisenang.com/01-7-bab-hal-hal-yang-membatalkan-wudhu-fikih-empat-madzhab/
KOMENTAR