Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, tak hanya mempengaruhi bidang ekonomi tapi juga bidang pendidikan merasakan dampak yang ditimbulkan oleh pandemi tersebut. Pembatasan interaksi sosial yang ditetapkan rupanya membuat banyak jenjang pendidikan melakukan pembelajaran dalam jaringan (daring) yang mana dilihat dari aspek sarana dan prasarasa kita belum memadai. Banyak peserta didik yang mengeluhkan sistem pembelajaran jarak jauh ini sebab merasa tak cocok, seperti sulitnya materi pembelajaran yang diterima atau tak semua peserta didik mempunyai alat yang memadai untuk mengikuti sistem pembelajaran daring ini. Masalah tak hanya sampai di sana, dengan sistem pembelajaran daring ini pun peserta didik kembali diresahkan dengan pembayaran uang sekolah.
IAIN Palangka Raya contohnya, saat ini banyak mahasiswa yang meresahkan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang menurut mereka memberatkan terlebih perekonomian keluarga sedang tidak dalam keadaan yang baik saat ini. Banyak mahasiswa yang mengeluhkan bahwa Kampus harusnya memberikan keringanan terkait uang kuliah tersebut, sebab tak semua orang tua mahasiswa yang bekerja lagi sejak pandemi ini menyerang Indonesia. Banyak mahasiswa yang orang tuanya hanya bekerja sebagai petani, pedagang atau bahkan ikut bekerja pada orang lain dan saat terjadinya penurunan roda ekonomi, pendapatan mereka menjadi tak menentu. Jangankan untuk membayar UKT, sekedar membeli kuota untuk mengikuti kuliah daring pun mereka mungkin harus berpikir dua kali.
Keresahan terkait pembayaran UKT ini pun dijawab oleh pihak Kampus dengan keluarnya SK Penurunan UKT yang mereka kira akan menjadi jalan keluar dari masalah tersebut, tetapi seperti mahasiswa harus gigit jari sebab begitu membaca isinya mereka rasa kecewa kembali memenuhi hati mereka. Penurunan UKT yang diberikan oleh pihak Kampus hanya sebatas 10% dan persyaratannya pun sangat rumit. Beberapa mahasiswa mengeluhkan rumitnya persyaratan tersebut, sebab bukannya seolah membantu persyaratan tersebut seperti terkesan mempersulit mereka untuk mendapatkan penurunan UKT yang hanya 10%. Jangankan untuk mendapatkan potongan 10%, biaya untuk mengurus persyaratan itu pun mungkin akan memakan biaya lebih dari potongan yang akan mereka terima, itu pun jika mereka berhasil mendapatkan potongan tersebut.
Banyak mahasiswa yang mempertanyakan apakah para Petinggi Kampus benar-benar ingin membantu atau hanya ingin agar mahasiswa tak banyak menuntut? Jika begitu, apakah dengan mengeluarkan SK Penurunan UKT yang jika dilihat tak masuk akal adalah jalan keluar? Sungguh banyak mahasiswa yang kecewa dan merasa tak puas dengan keputusan pihak Rektor terkait bantuan UKT tersebut. Sempat mahasiswa menyebarkan tagar #IAINPKYTolakBayarUKT dibeberapa sosial media mahasiswa IAIN Palangka Raya sebagai balasan atau bentuk unjuk rasa mereka terhadap keputusan itu. Bahkan pihak SEMA dari berbagai Fakultas di IAIN Palangka Raya juga menyatakan keberatan mereka terkait penurunan UKT yang dinilai tak masuk akal tersebut. Sedikit kok dipersulit?
Jadi, apakah benar pihak Kampus ingin membantu mahasiswa atau hanya sekedar memberikan harapan palsu?
Kontributor Opini: Rina Khafizah, Tim Al-Mumtaz
KOMENTAR